RITUAL QURBAN: Dari Theosentris Menuju Antroposentris (Bagian Kedua)
Sungguh menjadi ketetapan bahwa semua hukum Allah (syariat)
diletakkan untuk mewujudkan kemaslahatan (kebaikan) manusia secara kaffah
dalam semua sisi kehidupannya di dunia sampai di akhirat kelak. Segala bentuk
spritualitas hukum Allah yang tertuang dalam nash Al-Qur'an dan Hadits mempunyai
nilai dan makna substansial, dan makna tersebut yang menjadikan hukum Allah elastis,
dinamis dan universal. Hal ini sesuai dengan kaidah Fiqhnya
لا
ينكر تغير الا حكام بتغير الا زمنة والا مكنة
Artinya:
“Tidak bisa dipungkiri berubahnya suatu status hukum adalah disebabkan
dengan berubahnya situasi dan kondisi yang ada”.
Dalam soal Qurban ini, terdapat pula nilai dan
makna substansial yang terdapat didalam bangunan hukum Qurban , seperti yang
telah maklum diketahui bahwa Qurban mempunyai dimensi ganda, dimensi yang pertama
berehubungan dengan Allah sebgai perbuatan ibadah yang sudah lazim, sementara
yang kedua dimensi yang berhubungan dengan antar sesama manusianya. Yaitu
pendistribuisian daging Qurban kepada
orang yang lemah lagi fakir sehingga dapat kokoh jalinan persaudaraan antara
mereka serta dapat merata kesejahtraan yang dirasakan oleh segenap lapisan
manusia, dan inilah yang menjadi nilai substansial bangunan hukum Qurban.
Kesejahteraan
dan kebaikan atas seluruh manusialah yang sebenarnya menjadi prinsip dasar dan
tujuan puncak pencanangan hukum Allah tak terkecuali dalam hal ini adalah Qurban,
seperti telah ditegaskan Allah dalam firmannya.
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
(الأنبياء: 107)
Artinya
: Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta
alam (QS. Al-Anbiya: 107)
Nabi
Muhammad sebagai proklamator islam telah dipercayakan oleh Allah untuk menjadi
utusannya yang diantara pesan dari ke – utusan – nya adalah ritual Qurban. dan
nyatanya aspek yang melandasi filosofi dari ritual Qurban yang selaras dengan titah Allah pada surat al
ambiya' 107 adalah kesejahteraan untuk segenap lapisan masyarakat dari yang
diatas dan dibawah. terlebih dalam soal pokok Qurban adalah orang yang miskin lagi fakir .
Dalam
mendistribusikan daging kurban kepada fakir miskin merupakan perwujudan dari
kepedulian yang tinggi yang juga mendapatkan pahala yang besar dari Allah
sehingga akan tercipta kesetaraan, persaudaraan, keadilan, kesejahteraan yang
merupakan prinsip dasar bagaimana hukum yang dicanangkan Allah kepada seluruh
manusia dimuka bumi berlaku secara kaffah seluruh ummat.
Sungguh amat selaras manakala pelaksanaan ritual Qurban
dapat mengenai kepada maksud tujuan yang
menjadi prinsip bangunan hukum yang berupa kesejahteraan, persaudaraan dan
kesetaraan tersebut. Pastinya jika prinsip bangunan hukum ini terpenuhi nyatalah bahwa hukum
Allah berupa Qurban tidak lain dan tidak
bukan "Rahmatan lil 'alamin "mewujudkan kesejahteraan yang ammah
menyeluruh dari semua lapisan masyarakat.
Selanjutnya, jika bangunan persaudaraan antara
yang mampu berQurban dengan yang kurang mampu sebagai penerima dari daging Qurban terbentuk
maka terbangun pulalah bangunan "Jembatan", sehingga melalui Qurban akan
semakin
mempersempit jurang pemisah antara sikaya dengan simiskin dan semakin
memperkokoh solidaritas sosial.
Disamping itu pula, hukum Allah tidak hanya
memerintahkan dan menegaskan agar manusia sholat, puasa dan haji sehingga menjadi
insan bertaqwa (keshalihan
diri)tapi lebih tegas pula hukum Allah memerintahkan agar mempunyai kepudulian kepada orang lain terlebih
kepada orang yang lemah dengan beramal bakti kepada mereka (kesalihan sosial ). Allah berfirman:
وَاعْبُدُوا
اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ? [
النساء (36)]
Artinya
: sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. (QS.
An-Nisa’: 36)
Jelas
dalam firman Allah manusia di tuntut berbuat baik kepada anak yatim dan orang
miskin sebagai orang lemah .dan sebagai orang yang lemah sejatinya harus di
perlakukan dengan baik dengan cara menyantuninya ,bahkan dalam firman Allah di atas
sholat yang merupakan "jembatan "langsung manusia dengan Allah
disebutkan setelahnya. inilah yang dimaksud kesalihan sosial lebih di tegaskan
oleh Allah dari pada kesalihan diri.
Al hasil
filosofi nilai prinsip dasar inilah yang hendak di capai demi kebergunaan dan
kemerataan dalam pendistribusian daging kurban sehingga dapat di peroleh
kemanfaatan serta ketepatan yang lebih baik ditimbang orang yang menerima
sebagian daging Qurban pada saat tidak begitu membutuhkan.

Komentar
Posting Komentar