HAK INTERPELASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (Membaca Situasi Dan Regulasi Hak Interpelasi DPRD Kab. Bondowoso)
Desas desus Interpelasi
Dewan Perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kab. Bondowoso yang lagi santer didengar
telingan masyarakat, sekarang telah mejadi kenyataan. Berdasarkan pengajuan 15
anggota dewan dari berbagai fraksi itu mengajukan hak interpelasi dalam rapat
badan musyawarah (BAMUS) DPRD untuk dilanjutkan pada regulasi selanjutnya. Bagi
masyarakat awan hak interpelasi ini penuh dengan makna bahkan identic dengan
menggulingkan penguasa, namun bagi kalangan akademisi dan politisi hak ini
merupakan ajang rembuk dan bahkan bahkan wadah diskusi eksekutif dan legeslatif.
Tulisan kami saat
ini bukan untuk menganalisasi dampak positif dan negative dari hak interpelasi
tersebut, namun hanya ingin memberikan secercah pandangan terkait dengan
regulasi penggunan hak interpelasi wakil rakyat tersebut.
Hak Interpelasi
untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. (Penjelasan Pasal 27A, UU no 22 tahun 2003).
Mekanisme Hak
Interpelasi DPR adalah meliputi sebagai berikut:
1.
Sekurang-kurangnya 13 orang Anggota
dapat mengajukan usul kepada DPR untuk menggunakan hak interpelasi tentang
suatu kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2. Usul disusun secara singkat dan jelas serta disampaikan secara
tertulis kepada Pimpinan DPR dengan disertai daftar nama dan tanda tangan
pengusul serta nama Fraksinya.
3. Dalam Rapat Paripurna berikutnya setelah usul interpelasi
diterima oleh Pimpinan DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota tentang
masuknya usul interpelasi dan usul tersebut kemudian dibagikan kepada seluruh
Anggota.
4. Dalam Rapat Bamus yang membahas penentuan waktu pembicaraan usul
interpelasi dalam Rapat Paripurna, kepada pengusul diberikan kesempatan untuk
memberikan penjelasan usulnya secara ringkas.
5. Dalam Rapat Paripurna yang telah ditentukan, pengusul memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan usul interpelasi tersebut.
6. Rapat Paripurna memutuskan untuk menyetujui atau menolak usul
tersebut.
7. Selama usul interpelasi belum diputuskan menjadi interpelasi
DPR, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik usulnya kembali.
8. Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali usul
tersebut harus ditandatangani oleh semua pengusul dan disampaikan secara tertulis
kepada Pimpinan DPR, yang kemudian dibagikan kepada seluruh Anggota.
9. Apabila jumlah penandatangan usul interpelasi yang belum
memasuki pembicaraan dalam Rapat Paripurna, ternyata menjadi kurang dari 13
orang, harus diadakan penambahan penandatangan sehingga jumlah mencukupi.
10. Apabila sampai 2 kali Masa Persidangan jumlah penandatangan yang
dimaksud tidak terpenuhi, usul tersebut menjadi gugur.
11. Apabila usul interpelasi tersebut disetujui sebagai interpelasi
DPR, Pimpinan DPR menyampaikannya kepada Presiden dan mengundang Presiden untuk
memberikan keterangan.
12. Terhadap keterangan Presiden diberikan kesempatan kepada
pengusul dan Anggota yang lain untuk mengemukakan pendapatnya.
13. Atas pendapat pengusul dan/atau Anggota yang lain, Presiden
memberikan jawabannya.
14. Keterangan dan jawaban Presiden dapat diwakilkan kepada Menteri.
15. Terhadap keterangan dan jawaban Presiden, Anggota dapat
mengajukan usul pernyataan pendapat.
16. Jika sampai waktu penutupan Masa Sidang yang bersangkut ternyata
tidak ada usul pernyataan pendapat yang diajukan, pembicaraan mengenai
permintaan keterangan kepada Presiden tersebut dinyatakan selesai dalam Rapat
Paripurna penutupan Masa Sidang yang bersangkutan.
Dari regulasi ini
banyak hal yang perlu kita pahami dan didiskusikan, antara lain sebagai
berikut:
1. Apa makna interpelasi yang sebanarnya baik dari kacamat hokum dan
politik?
2. Bagaimana pengaruh hak interpelasi legislatif terhadap
keberlangsungan kepemerintahan eksekutif?
3. Bagaimana strategi eksekutif dalam menyikapi hak interpelasi
tersebut?
4. Dan apa hukuman yang dapat diterima eksekutif tatkala hak interpelasi
tersebut terbukti bersalah dan melanggar kode etik perundang-perundangan?
5. dan bagaimana pula seandainya hak interpelasi legislatif tidak
terbukti?
Kita
sebagai pengurus Cabang ISNU Kab. Bondowoso, tidak hanya mempunyai kewajiban memahami
dan mengerti dari proses interpelasi legislative tergadap eksekutif tersebut
namun disisi yang lain berkewajiban memberikan pencerahan dan mensosialisasikan
kepada masyarakat. Sehingga pemahaman kita dan masyarakat sama terhadap arti
sebuah interpelasi.

Komentar
Posting Komentar