ORANG TUA BERPOLIGAMI, ANAK MENANGGUNG SANKSI.....



Poligami, masalah lawas membuming kembali di muka bumi nusantara. berawal dari komentar Komnas Perempuan Kiai Imam Nahei yang mengatakan Poligami bukan ajaran islam, beliau berdasarkan hasil pengaduan ke lembaganya, jelas praktik poligami merupakan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan cendrung melarang praktek poligami, akan tetapi sebagian pihak yang menyetujui diperbolehkannya poligami karena dianggap sebagai syariat islam dan bahkan ajaran kesunnahan yang telah diteladani oleh Rasulullah, hal ini disampaikan oleh MUI.


Kebanyakan saat ini terjadi jika ditinjau dari perspektif keadilan sangat sulit sekali dimana walaupun suami tersebut mampu dalam segi materiilnya tetapi belum mampu dalam segi moril dalam pembagian terhadap istri-istrinya. Sehingga dalam hal ini masih diperlukan pemikiran-pemikiran lebih dalam lagi serta pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang dalam pengambilan tindakan. Akan tetapi permasalahnnya juga sering timbul dan  tidak sedikit yang menjadi meruncing, apalagi dari kasus-kasus tersebut timbul perkara dan masalah yang baru.
Poligami sendiri mempunyai arti suatu sistem perkawinan antara satu orang pria dengan lebih seorang isrti.Pada dasarnya dalam Undang-Undang Perkawinan No.1/1974 menganut adanya asas monogami dalam perkawinan.Hal ini disebut dengan tegas dalam pasal 3 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pada dasarnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.Akan tetapi asas monogami dalam Undang-Undang Perkawinan tersebut tidak bersifat mutlak, artinya hanya bersifat pengarahan pada pembentukan perkawinan monogami dengan jalan mempersulit dan mempersempit penggunaan lembaga poligami dan bukan menghapus sama sekali sistem poligami. Ini dapat diambil sebuah argumen yaitu jika perkawinan poligami ini dipermudah maka setiap laki-laki yang sudah beristri maupun yang belum tentu akan beramai-ramai untuk melakukan poligami dan ini tentunya akan sangat merugikan pihak perempuan juga anak-anak yang dilahirkannya nanti dikemudian hari.
Dari berbagai data yang telah kami peroleh di lapangan tentang poligami dan dampaknya terhadap aktifitas belajar anak, peneliti menemukan asumsi sebagai berikut;  
Pertama, secara tidak langsung para responden memberikan ilustrasi yang menunjukkan bahwa hidup poligami memberikan dampak kurang baik. Dampak tersebut mengarah pada pembentukan mental, kepribadian dan pola berfikir anak. Ditinjau dari aspek mental, anak cenderung temperamen dan labil. Ia kurang bisa mengendalikan diri dari tekanan-tekanan permasalahan yang dihadapi. Ia lebih suka lari dari persoalan ketimbang menyelesaikannya. Ia menjadi anak yang tertutup, sulit bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Dari sisi kepribadian, anak tumbuh menjadi pribadi yang labil dan sulit diterka. Peristiwa yang terjadi pada kehidupan keluarga, keadaan ibu yang kurang diperhatikan oleh ayahnya, kasih sayang yang kurang dan pemenuhan hidup hanya dari sisi materi membentuk kepribadiannya kadang kaku. Disisi lain, ia terus menerus dihantui oleh bayang-bayang kehidupannya sendiri.
Sedangkan ditinjau dari pola berfikir ia menjadi anak yang berfikir parsial dan instan. Parsial dalam arti ia kurang mampu memahami persoalan-persoalan yang ia hadapi dari berbagai sudut pandang, suka menyimpulkan dan menganggap pikirannya paling benar. Instan dalam arti ia suka memutuskan masalah yang menguntungkan untuk dirinya sendiri tanpa mempertimbangkan orang lain.
 Kedua, anak yang dibesarkan dari keluarga berpoligami cara belajarnya kurang maksimal. Hal ini disebabkan oleh adanya lempar tanggung jawab antara ayah dan ibunya terkecuali bagi orang tua yang benar-benar memiliki kesadaran tentang arti penting nilai pendidikan bagi masa depan anak. Tetapi tipe keluarga demikian ini prosentasenya sangat kecil.
Meskipun demikian tidak semua keluarga poligami selalu berdampak buruk pada anak-anaknya. Ada juga sebagian yang mampu mendidik anaknya dengan baik dan berhasil. Semua tergantung dari masing-masing komponen keluarga. Bila ayah mampu berlaku adil ditinjau dari aspek materi mapun immateri kepada seluruh keluarga, maka perjalanan keluarga akan harmonis. Begitu halnya peran ibu apakah dia  mampu mengatur dirinya sesuai hak dan tanggungjawab yang ia emban. Bila lingkungan keluarga yang demikian dapat dibangun niscaya semua urusan kelurga termasuk urusan pendidikan anak tidak akan terbengkalai.
1.      Dampak poligami terhadap aktivitas belajar anak di rumah.
Sebagian besar data yang dihasilkan dari responden menunjukkan bahwa pola kehidupan poligami kurang mampu mengatur masalah yang terjadi. Dampaknya perhatian terhadap anak menimbulkan masalah tersendiri. Diusia yang masih kecil seharusnya orang tua memperhatikan dengan sungguh-sungguh pendidikan anak baik pendidikan yang berhubungan dengan kecerdasan intelektual apapun ataupun kecerdasan emosional.
Terbengkalainya masalah perhatian terhadap pendidikan anak, dalam hal ini aktifitas belajarnya di rumah disebabkan oleh beberapa hal: a). Minimnya intensitas komunikasi ayah pada anak. Figur kepemimpinan ayah sangat penting artinya bagi seorang anak. Dari seorang ayah anak dapat belajar menjadi pemimpin, bersikap bijaksana dan disiplin. Ketika ayah jarang ada niscaya anak kehilangan figur keluarga di rumahnya, ia merasa kehilangan panutan dan akhirnya frustasi. b). Beratnya tanggungjawab seorang ibu mengurusi pekerjaan-pekerjaan rumah tangga membuatnya terhambat dalam mengontrol anaknya. Di waktu yang seharusnya seorang ibu menemani anak untuk belajar justru ia gunakan untuk beristirahat atau menikmati hiburan TV. c). Tidak adanya pembagian tanggungjawab antar ibu dan ayah. Akhirnya ayah. Akhirnya ayah berfikiran bahwa masalah pekerjan rumah adalah wewenang istri sedangkan istri lebih disibukkan oleh persoalan- persoalan pekerjaan rumah tangga ketimbang memperhatikan anak. Kondisi yang demikian ini pada akhirnya anak bebas menentukan pilihan- pilihan aktivitasnya. Ia mau belajar di rumah hanya karena keterpaksaan atau tugas- tugas aksidental di sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah atau adanya ulangan di esok harinya. d). Pemahaman pengetahuan orang tua yang keliru. Orang tua sering kali beranggapan bahwa masalah hidup akan teratasi apabila anak telah dibekali oleh wawasan agama dan mampu mengimplemantasikannya. Ia kemudian hanya membekali masalah agama, seperti belajar membaca Al- Qur’an atau mengerjakan Sholat. Naifnya lagi tanggung jawab ini tidak diperankan sendiri tetapi masih dilimpahkan kepada orang lain, guru ngaji atau guru- guru prifat agama lainnya.
Adanya sebagian orang tua yang peduli terhadap belajar anak patut diteladani. Karena mereka termasuk orang yang siap dari sisi mental, dan spiritual. Hidup berpoligami cobaannya sangat besar, oleh karenanya jika diuji oleh berbagai cobaan masih bisa berfikir pendidikan anak tentunya itu prestasi luar biasa.
2.      Dampak poligami terhadap aktifitas belajar anak disekolah.
Untuk mengetahui dampak poligami terhadap aktifitas belajar anak disekolah sedikit sulit ditemukan. Namun penulis berusaha untuk menemukan dan menggali dengan meminta informasi dari guru kelas dan guru wali kelas yang kebetulan ada anak yang orang tuanya berpoligami. Penulis berupaya mengukurkan dari kedisiplinan, kemampuan dalam menangkap materi pelajaran dan prestasi belajarnya di kelas.
Dari data yang didapat di lapangan dan setelah melewati data analisis penulis mendapatkan gambaran secara general sebagai berikut:
a)      Tingkat kedisiplinan
Pada tingkat kedisiplinan anak dari orang yang berpoligami pada umumnya tidak ada masalah yang berarti, mereka selalu mengikuti materi pelajaran dari guru setiap harinya. Bahkan buku- buku catatan pelajaran yang mereka miliki juga penuh dengan uraian- uraian bidang pelajaran. Kalaupun mereka tidak masuk sekolah bukan kerena bolos tetapi melalui ijin sesuai halangannya. Tetapi perlu difahami bahwa kedisiplinan adalah salah satu parameter dari aktifitas belajar anak. Kedisiplinan hanyalah aturan agar situasi terkendali dan terkontrol dengan baik. Bukan satu- satunya aspek yang membuktikan bahwa aktifitas belajar seorang anak sudah maksimal.
b)      Prestasi belajar.
Berhasil dan tidaknya anak dalam belajar selalu diukur dari hasil yang diraih setelah dilakukan evaluasi. Dalam skala makro anak dikatakan berprestasi ketika ia meraih rangking diantara satu hingga empat dan anak dikatakan kurang berprestasi ketika ia memperoleh rangking yang rendah atau dalam skala mikro ketika ia mendapatkan nilai dari hasil evaluasi tinggi dan rendahnya nilai inilah yang kemudian anak akan dikatakan berprestasi atau tidak.
Dari keterangan para guru sekolah yang kebetulan terdapat anak dari keluarga berpoligami secara general dapat disimpulkan bahwa prestasi mereka berada pada garis normal. Dari penjelasan para guru nili-nilai mereka masih bisa ditoleran. Hanya saja dilihat dari aspek psikis mereka sedikit mengalami gangguan sehingga perkembangan kecerdasan yang dimiliki sulit dipompa guna mencapai tahap maksimal.
c)      Kemampuan menerima pelajaran
Anak yang siap secara mental akan lebih mudah menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dibandingkan anak yang mentalitasnya terganggu. Hal ini disebabkan karena mental memiliki pertalian erat dengan emosi dan kejiwaan seseorang. Anak yang mentalnya terganggu maka ia akan sulit mengontrol emosi untuk mengendalikan dirinya. Konsentrasi pikiran terpecah serta fungsi metabolisme tubuh berlangsung di luar kontrol sehingga mengakibatkan suhu badan berubah disertai dengan keringat dingin.
Oleh karenanya, anak-anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga poligami kebanyakan akan mengalami gangguan psikis, tergantung bagaimana orang tua mampu untuk mengarahkan anaknya dalam kehidupan di keluarga sehari-hari. Dari data yang telah diperoleh menunjukkan nilai kesamaan dengan gagasan yang telah diurakan di atas, yakni anak-anak dari keluarga poligami relatif sulit menangkap pelajaran. Sebabnya adalah karena tingkat kecerdasannya rendah serta kondisi mental anak telah terkooptasi oleh situasi di rumah. Dari dua sebab tersebut, kondisi mental lebih dominan dibanding dengan tingkat kecedasan anak. Falyataammal.............

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP PAI VI A TAHUN AKADEMIK 2018/2019

PUASA DAN KEPEDULIAN SOSIAL DI ERA PANDEMI COVID 19 (Edisi Ketiga, 03 Romadhon 1441 H)

RITUAL QURBAN: Dari Theosentris Menuju Antroposentris (Bagian Kedua)