TRI DHARMA PT DAN PROGRAM BMT NU DALAM PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT
A.
Muqoddimah
Kemajuan NU haruslah
berkesinambungan, tidak cukup dengan hanya mengandalkan kematangan dan
kemampuan struktural yang telah telah banyak diisi oleh para pakar dan
akademisi profesional, baik lulusan sarjana bahkan bergelar profesor
didalamnya. Akan tetapi pembinaan generasi NU haruslah sampai pada tataran akar
rumput masyarakat dengan secara serius karena hal itu menjadi kunci utama untuk
mewujudkan kemajuan NU pada khususnya, negara dan bangsa pada umumnya.
Tingkatan struktur NU
dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sampai pada tingkatan ranting NU,
begitu pula Sayap organisasi NU semacam dan IPNU, IPPNU dan organisasi lainnya
adalah gerbang awal untuk mencetak kader-kader NU yang militan, peduli terhadap
kemajuan NU baik secara struktural maupun kultural. Secara kultural memang
nilai-nilai ke-NU-an memang kuat, tetapi secara struktural masih perlu
pemeliharaan secara baik.
Kita punya kesempatan
atau peluang besar menjadi kader NU yang hebat. Sebab, kita punya waktu panjang
untuk berproses di NU. Yang tahap awalnya ialah melalui Ranting NU atau
organisasi pelajar, dalam hal ini IPNU maupun IPPNU. Untuk itu, bisa ditegaskan
agar para kader NU yang berproses di struktur NU ataupun IPNU-IPPNU bisa
melanjutkan cita-cita pendiri NU: tegaknya Islam yang rahmatal lil’âlamîn.
Menjadi pencetus sekaligus kader penggerak NU harapan bangsa, sebagaimana
pepatah mengatakan “ pemuda sekarang adalah pemimpin masa depan dan merupakan
harapan bangsa, kita harus yakin mampu mewujudkan hal itu.
Disisi yang lain,
Pelantikan dan Pembinaan pengurus NU dan oraganisasi Ke-NU-An lainnya merupakan
salah satu geliat girah NU yang kembali muncul di warga Nahdliyin, geliat ini
muncul tidak hanya tataran pengurus saja melainkan sampai tahap keinginan
masyarakat untuk melakukan pelantikan dan pembinaan terhadap kader-kader NU
sampai pada tataran struktur yang paling bawah yaitu Ranting dan banom-banom
NU.
Pengurus NU tidak
hanya melakukan pembinaan aqidah Ahlus Sunnah wal jamaah di lingkungan sekitar,
akan tetapi juga harus melakukan pembinaan tentang ekonomi sektor riil, sosial
budaya dan pendidikan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ke-NU-an. Selain itu,
NU juga harus membina semangat kejuangan di kalangan warga Nahdliyin. Salah
satunya, MWC NU Kec. Wonosari melaksanakan kegiatan Harlah NU yang ke 94 yang
dikerjasamakan dengan Kepala Kecamatan Wonosari, melaksanakan pendampingan
pemberibantuan kartu berobat gratis bagi masyarakat fakir miskin yang
berkerajasama dengan Rumah Sakit NU yang ada di desa Traktakan Wonosari,
disamping itu MWC NU Kec, Wonosari melaksanakan progran peningkatan prekonomian
masyarakat dengan bekrjasama dengan BMT NU Pusat yang ada di kab. Sumenep untuk
mendirikan cabang BMT NU dikec. Wonosari.
Dalam mencapai tujuan itu,
kami pengurus MWC NU Kec. Wonosari bekerjasama dengan beberapa elemen
masyarakat dan pemerintah baik ditingkat desa, kecamatan ataupun tingkat
kabupaten. MWC NU Kec. Wonosari Kab. Bondowoso melakukan beberapa kegiatan
antara lain: untuk mengagendakan, melaksanakan dan mengevalusi sendiri kegiatan
yang telah dilaksanakan oleh pengurus MWC NU dan Ranting, ataupun
kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat sekitar, sehingga tanpa disadari kegiatan ini merupakan
kolaborasi manajement antara STAI At-Taqwa yang diwakili oleh dosen yang
stausnya sebagai pengurus MWC NU Kec Wonosari untuk mengadakan sebuah kegiatan
pembinaan yang memberikan peluang kepada kedua belah pihak untuk bersama-sama dalam
pemberdayaan masyarakat dan pengejawantahan ajaran-ajaran islam dan
pemberlakuan ajaran ahlusunnah wal jamaah dengan kontiyu dan baik. Begitu juga
kami pengurus MWC NU Kec. Wonosari melaksanakan program peningkatan prekonomian
masyarakat dengan merancang kegiatan study banding ke BMT NU Pusat guna
mendidirikan cabang BMT NU di kecamatan wonosari.
Sekolah Tinggi Agama Islam
At-Taqwa akan berupa semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas dengan melaksanakan pembinaan – pembinaan ini dengan melakukan
beberapa pelatihan-pelatihan tentang pemberdayaan, pembinaan keagamaan,
kewirausahaan dan lain sebagainya termasuk pembinaan terhadap pengurus dan
sayap NU. Sedangkan untuk menjaga kualitas pendampingan
terhadap masyarakat, kami diberikan kewajiban mempresentasikan dan
mempertanggung jawabkan kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut. Juga
diharapkan hasil kegiatan itu dimuat di jurnal terakreditasi nasional maupun di
jurnal internasional yang terakreditasi pula atau bahkan minimal di publikasikan
di media jurnal STAI At-Taqwa Bondowoso.
Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan pembinaan
di MWC NU Kec. Wonosari ini adalah
sebagai berikut : Pertama, Meningkatkan profesionalitas dan pemenuhan
dosen STAI A-Taqwa Bondowoso dalam melaksanakan beban tugas Tridharma Perguruan
Tinggi; Kedua, Meningkatkan mutu proses dan hasil pelaksanaan beban
tugas dalam Tridharma Perguruan Tinggi yang dilaksanakan oleh dosen STAI
A-Taqwa Bondowoso; Ketiga, Menciptakan suasana akademik yang kompetitif
untuk menjamin kelancaran tugas utama dosen STAI A-Taqwa Bondowoso; keempat, Menjamin
pembinaan, pengelolaan dan pengembang-an profesi dan karier dosen STAI A-Taqwa
Bondowoso; kelima, Untuk
memberikan wadah supaya kepengurusan NU lebih berkreatif dan berprestasi dalam
pengembangan kegiatan kemasyarakatan.
Signifikansi Pengabdian
Kegiatan
Pembinaan
pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Dan ranting NU Kec. Wonosari Kab. Bondowoso ini bertujuan
untuk pemberdayaan masyarakat yang secara umum pada pengurus MWC dan Ranting
NU. Sedangan secara khusus antara lain sebagai berikut:
Pertama,
manfaat kepada dosen, antara lain: a) sebagai perwujudan dari pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, b) transformasi pemikiran dari teori menuju praktek,
3) bisa mengetahui segala bentuk aktifitas yang ada dimasyarakat terutama dalam
persoalan keislaman dan sosial, dan 4) membantu mencarikan problem solving
kesiswaan.
Kedua,
manfaat kepada masyarakat. Antara lain: a) menciptakan kondusifitas dan
diantara sesama terutama dalam menjaga ukhuwah islamiyah, b) persoalan dan
problematika kelembagaan dan kepengurusan ke-NU- an sedikit demi sedikit bisa
diselesaikan karena adanya penyadaran diri dari masing-masing individu dan
elemen yang ada di masing-masing organisasi, dan 3) terjalinnya hubungan simbiosis
mutualisme antara organisasi ke-NU-an dengan Civitas Akademika Sekolah
Tinggi Agama Islam At-Taqwa yang diwakilli oleh dosen.
Ketiga,
manfaat terhadap STAI At-Taqwa, antara lain: a) sebagai subjek daripada
manifestasi Tri Dharma Perguruan Tinggi yang diamanatkan oleh Kopertais IV
surabaya, b) sebagai bentuk pembinaan dan pendampingan dosen STAI At-Taqwa,
yang telah di agendakan setiap tahunnya untuk membebankan kepada dosen dalam
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, 3) sebagai bentuk sosialisasi dan
publikasi STAI At-Taqwa kepada masyarakat sekitarnya.
Gambaran Umum Lokasi
Pendampingan
Majelis Wakil Cabang Nahdlatul 'Ulama (MWC NU) Kec.
Wonosari Kab. Bondowoso Periode Masa
Bhakti 2016 – 2021 dengan Beralamatkan sekretariat di Desa
Wonosari RT: 20/03 Kecamatan Wonosari Kab. Bondowoso.
Organisasi ini mempunyai pijakan dan dasar yang kuat untuk melindungi
keberlangsungan pada masa yang akan datang. Menyadari hal-hal tersebut maka
disusunlah Anggaran Dasar Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kec. Wonosari
sebagai berikut:
Pertama: Jam’iyah ini
bernama Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama disingkat MWC NU. Bertempat Jl.
Raya Situbondo No: 99 Desa Wonosari Kec. Wonosari Kab. Bondowoso. Kedua,
Pengurus Majelis Wakil Nahdlatul Ulama ini secara keseluruhan
bertempat tinggal di Kec. Wonosari dengan perwakilan masing-masing desa se Kec.
Wonosari.
Pelaksanaan Konferensi Majlis
Wakil Cabang adalah sebagai penjabaran dari pasal 14 Anggaran Dasar dan pasal
81 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama. Konferensi Majlis Wakil cabang
Nahdlatul Ulama kecamatan Wonosari telah dilaksanakan pada tanggal 25
Dzulqoidah 1437 H / 28 Agustus 2016 di Pondok Pesantren Manbaul Ulum Desa
Tangsil Wetan Kecamatan Wonosari Kab. Bondowoso.
Dan sesuai dengan surat keputusan
(SK) Pengurus Cabang NU Kab. Bondowoso No: 102/PC/A-I/L-30.9/IX/2016 tentang
pengesahan pengurus MWC NU Kec. Wonosari cabang Bondowoso masa khidmat 2016 –
2021.
Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul
Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan
dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom
berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis
profesi dan kekhususan lainnya.
Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok
masyarakat tertentu adalah:
Kondisi Masyarakat Dampingan
Banyak faktor yang kami temukan selama melakukan
pembinaan. Hal ini merupakan tugas bersama dan membutuhkan kerja keras dalam
berbagai bidang.
Pertama, Dalam Bidang Keagamaan: 1. Lemahnya sikap NU
terhadap pemberlakuan syariat Islam, terutama ancaman ideology non Aswaja yang
mengancam NKRI. Tidak ada program/konsep penangkalan ideology non Aswaja.
Seperti pendidikan Aswaja khusunya dikalangan generasi muda NU dengan turba ke
MWC; penerbitan lembar khutbah atau bulletin secara rutin.; dan pengembangan
Aswaja menjadi sesuatu yang lebih praktis. 2. Tidak adanya MOU antara PCNU
dengan kemenag untuk pengawasan buku Agama yang sekarang didominasi buku Agama
ala non Aswaja.
Kedua, Dalam Bidang Politik: 1. Terjadinya perpecahan di antara warga NU
akibat politik praktis, 2. PCNU belum menjalankan khittoh secara konsisten.
Ketiga, Dalam Bidang Ekonomi: 1. Tidak adanya lembaga
keuangan yang dimiliki oleh warga NU Wonosari, dan saat ini masih dalam proses
pembangunan BMT NU Kec. Wonosari. 2. Tidak adanya pembinaan kepada warga NU
yang melakukan usaha kecil, seperti pedagang kali lima dan lain-lain. 3. Tidak
jalannya iuran organisasi (ianah, 4.
Semakin banyak-nya toko swalayan, pengecer besar dan jaringan toko ritel di
wonosari yang afiliansinya cina.
Keempat, Dalam Bidang Pendidikan: 1. NU Wonosari belum
memiliki lembaga pendidikan yang dimiliki oleh organisasi (bukan milik
orang-orang NU), 2. Kurangnya kepercayaan lembaga-lembaga pendidikan yang
dikelola oleh orang NU kepada LP Maarif, 3. Kurang bisa kerjasamanya Kemenag
dan Diknas dengan LP Maarif.
Kelima, Dalam Bidang Kesehatan: Belum terjaminnya
kesehatan sebagian besar warga NU karena masih ada beberapa desa terbiasa mandi
di sungai.
Kondisi Yang Diharapkan
Pertama,
bidang Pendidikan. Guna meningkatkan partisipasi masyarakat produktif dalam
bidang pendidikan, MWC NU harus melakukan kajian rutin bulanan, juga seminar
dan diskusi pendidikan minimal setahun dua kali, mengirim kader pada berbagai
even pendidikan dan pelatihan sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas individual
kader. Dengan kapasitas yang memadai, diharapkan kader-kader tersebut akan
menjadi penggerak di komunitasnya masing-masing untuk memajukan pendidikan
transformatif kepada masyarakat NU yang rata-rata masih terpinggirkan secara
sosial dan ekonomi.
Kedua
adalah kesehatan. Tentu MWC NU harus memberikan effort yang lebih untuk masalah
kesehatan ini. Pelatihan-pelatihan kesehatan reproduksi digelar secara rutin
untuk meningkatkan kapasitas keluarga. Selain itu program-program perencanaan
keluarga dan fasilitasi pelayanan keluarga berencana banyak dilakukan. Pun,
maraknya peredaran narkoba hingga di pelosok-pelosok desa hingga pemakain jarum
suntik untuk narkoba telah mendorong MWC NU untuk melakukan pelatihan kader
penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba.
Ketiga
adalah bidang ekonomi. NU sebagai pemberdaya masyarakat yang notabenenya
masyarakat miskin perlu adanya peningkatan Sumber Daya Manusia dari masyakat
kumsumtif menuju masyarakat produktif. Sebagai
respons atas hal ini, MWC NU membuka BMT NU dengan berjasama dengan BMT
NU pusat melakukan pelayanan terhadap masyarakat dalam simpan pinjam uang
sebagai tambahan modal kerja dengan system syariat islam. Disamping itu juga
MWC melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan terhadap pengurus MWC dan
Ranting NU, memfasilitasi pembentukan kelompok usaha, dan pendampingan usaha
produktif serta menggalakkan programming literasi keuangan keluarga.
Tiga
program prioritas ini sebagai ikhtiyar sosial MWC NU untuk menjawab berbagai problematika yg
muncul di tengah komunitas. Pilihan prioritas program ini tentu tidak lepas
dari visi dan misi besar MWC sebagai
organisasi NU yakni pemberdayaan terhadap masyarakat.
Strategi Pelaksanaan Kegiatan
Pendampingan
Kegiatan yang
akan dilaksanakan dalam pendampingan ini antara lain: Pertama, Di bidang
agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang
berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan. Kedua, Di bidang
pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam,
untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal
ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU. Ketiga,
Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan
yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan. Keempat, Di bidang
ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan,
dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan
dirumuskannya pembentukan BMT NU yang akan diselenggarakan Pengurus MWC NU Kec.
Wonosari dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat
dan Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha
mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyarakat.
Kajian Teori
Perkembangan kontemporer pemikiran keagamaan (Islam)
dalam komunitas NU menunjukkan fenomena yang menarik, terutama yang digalang
kader mudanya. Mereka mempunyai gagasan keagamaan progresif dalam merespons modernitas
dengan menggunakan basis pengetahuan tradisional yang mereka miliki setelah
dipersentuhkan dengan pengetahuan baru dan berbagai khazanah modern.
Mereka tidak hanya concern dengan modernitas
yang terus dikritik dan disikapi secara hati-hati, tetapi juga melakukan
revitalisasi tradisi. Proses revitalisasi tradisi yang mereka lakukan tidak
sekadar mengagung-agungkan dan mensakralkan tradisi, tetapi juga melakukan
kritik secara mendalam atas tradisinya sendiri, baik yang berkaitan dengan
perilaku maupun pemikiran. Bahkan, sendi-sendi doktrinnya sendiri seperti
doktrin ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah tidak lepas dan sasaran
kritisismenya. Pikiran dan sikap mereka secara umum jauh lebih responsif
dibanding seniornya dalam menghadapi modernitas.
Munculnya gairah barn intelektualisme NU tidak lepas
dan keputusan NU meninggalkan hiruk-pikuk kehidupan politik praktis dengan
konsep kembali ke khitah 1926 pada 1984. Dengan keputusan itu, warga dan elite
NU tidak lagi disibukkan urusan-urusan politik praktis sehingga mempunyai waktu
lebih banyak untuk memperhatikan masalah pendidikan. Selah itu, terpilihnya
Kyai Achmad Siddiq sebagai Rais ‘Aam Syuriyah dan Abdurrahman Wahid sebagai
Ketua Umum Tanfiziyah PB NU pada Muktamar di Situbondo tahun 1984 mempunyai
pengaruh signifikan perkembangan pemikiran keagamaan NU.
Dalam konteks inilah, Muktamar Pemikiran Islam di NU
mempunyai makna yang strategis untuk terus menjadikan NU sebagai eksemplar
gerakan intelektual, bukan semata-mata sebagai gerakan politik.
Komunitas NU dikenal sebagai masyarakat “tradisional”.
Tradisionalisme itu di satu pihak merupakan hambatan perkembangan NU, di pihak
lain hal itu sekaligus merupakan modal sosial-intelektual dan kekuatan bagi NU.
Artinya, apa pun upaya yang dilakukan untuk “mengubah wajah NU” harus berangkat
dari realitas masyarakat NU sendiri. Tradisionalisme itu biasanya ditandai
beberapa hal. Pertama, komunitas ini sebagian besar tinggal di pedesaan,
meski belakangan terjadi mobilitas vertikal di kalangan elite pedesaan ini,
terutama kalangan muda NU terpelajar. Mereka tidak lagi tinggal di pedesaan,
tetapi mulai menjadi agen-agen perubahan di perkotaan. Meski demikian, sebagian
besar warga NU tetap tinggal di pedesaan dengan karakternya sendiri. Salah satu
karakter pedesaan adalah kurang dinamis, sulit melakukan perubahan, dan lebih
bersifat defensif terhadap modernitas.
Kedua, NU mempunyai dasar-dasar dan kekayaan intelektual yang senantiasa
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui lembaga pesantren.
Karena kekayaan itu sehingga menjadikan NU amat apresiatif terhadap pemikiran
lama meski oleh kalangan tertentu diklaim sebagai bid’ah dan khurafat. Dengan
kaidah al-muhâfazah ‘ala al-qadim al-shâlih wa al-akhzu bi al-jadId
al-ashlãh (memelihara [hazanah] lama yang baik dan mengambil sesuatu yang
baru yang lebih baik), kekayaan intelektualisme ini terbentang mulai zaman Nabi
Muhammad, zaman klasik, pertengahan hingga zaman modern. Khazanah ini merupakan
modal kultural-intelektual yang luar biasa bagi NU untuk berdialektika dengan
modernitas.
Ketiga, NU mempunyai lembaga pendidikan yang cukup mapan sebagai basis transmisi
keilmuan, yaitu pesantren. Dengan berbagai kekhasan dan subkulturnya, pesantren
terbukti mampu bertahan dalam masyarakat yang terus berubah. Meski banyak
kritik yang ditujukan kepada lembaga pendidikan tradisional ini, seperti
kepemimpinan kyai yang amat kharismatik, tidak menumbuhkan kritisisme santri,
pengajarannya tidak terprogram dan sebagainya, pesantren mempunyai kekuatannya
sendiri berupa “nilai” yang tidak dimiliki lembaga lain.
Teori yang Dihasilkan dari
pendampingan
Teori yang kami dapatkan
dalam kegiatan pengabdian ini adalah terciptanya transformative learning. Learning atau pembelajaran merupakan proses penting yang menentukan perubahan
pengetahuan, sikap, keterampilan dan perilaku seseorang. Pengabdian menggunakan
proses ini sangat efektif sehingga menghasilkan berbagai macam metode yang
bertujuan untuk memperbaiki proses learning agar menjadi efektif dan efisien.
Salah satu metode yang dihasilkan dari pengabdian ini yang panjang mengenai learning
adalah proses transformative learning. Transformative learning
merupakan suatu aktivitas pembelajaran / dalam kegiatan kami “ Pengabdian
Masyarakat “ yang bertujuan untuk mentransformasikan pengetahuan dan pola pikir
seseorang dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Perubahan tersebut dimungkinkan dengan adanya komunikasi antara satu orang
dengan orang orang lainnya lalu berusaha untuk memahami sudut pandang
masing-masing dan mengadopsinya sesuai dengan pemahaman mereka sehingga
terbentuklah sebuah pola pikir yang baru. Transformative learning
terjadi melalui beberapa fase, yakni: pembentukan frame of reference
(kerangka acuan) oleh masing-masing individu, pengenalan terhadap kerangka
acuan individu lain, dialog mengenai berbagai kerangka acuan yang berbeda, dan
proses refleksi dan tinjauan ulang dari kerangka acuan semula.
Analisis Hasil pembinaan dan
pengabdian
Kegiatan
pengabdian ini diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu: Pertama,
kegiatan peningkatan mutu dosen seperti diklat dan TOT ke Aswaja-an yang
dilaksanakan oleh PCNU terhadap ketua MWC masing-masing kecamatan, dan dosen
sebagai pematerinya, Pelantikan pengurus
Kedua, sosialisasi program dan pendampingan terhadap masyarakat
dengan berupa TOT Ke-NU-an di masing-masing Ranting NU dan mengevaluasi
struktur kepengurusannya dengan mengganti dan mengokohkannya.
Terlaksananya beberapa kegiatan MWC sesuai dengan juknis dan jadwal yang sudah
direncanakan, terwujudnya peran aktif
organisasi
NU dan masyarakat sekitar baik dari pengurus NU, tokoh masyarakat, tokoh pemuda
dan aparatur pemerintahnya.
Untuk melakukan analisis, maka kami akan menggunakan
hasil deskripsi atau analisis sebagaian masalah-masalah, baik kelamahan dari
dalam, juga ancaman-ancaman dari luar, sesuai dengan hasil pendampingan dan
pembinaan dengan pengurus Lembaga/Lajnah, Badan Otonom dan MWC dan Ranting NU
Wonosari. Masalah-masalah yang kami identifikasi adalah tersebut adalah: 1.
Lemahnya konsolidasi organisasi sampai tingkat anak ranting, 2. Lemahnya
sebagian besar kepengurusan ranting-ranting karena tidak memiliki program yang
jelas 3. Kurangnya disiplin berorganisasi, 4. Keuangan Organisasi NU
Wonosari tidak tersentral. 5. Kaderisasi
tidak berjalan baik, terutama kaderisasi secara praktis. 6. Lemahnya
adminsitrasi terkait asset NU, 7. Kurang terencananya program NU dengan baik,
kalaupun ada tidak terjaga keberlanjutannya.
Sebagai solusinya adalah dilakukan melalui halaqoh
atau diskusi terfokus yang diikuti oleh orang-orang yang selama ini terlibat
secara langsung dalam organisasi. Mereka, satu per-satu diminta untuk
memaparkan kesenjangan antara apa yang diharapkan organisasi dengan kenyataan
yang terjadi (masalah) yang sehari-hari mereka hadapi. Basis harapan yang
digunakan adalah tujuan organisasi NU. Karena itu, yang perlu dibatasi dalam
melakukan analisis adalah masalah tersebut merupakan masalah organisasi yang
akan menghambat perwujudan tujuan organiasi.
Masalah tersebut kemudian dipilah-pilah dan
dikelompokkan menjadi masalah internal dan masalah eksternal. Masalah internal
berkaitan dengan kelemahan-kelemahan organisasi, dan masalah eksternal
berkaitan dengan hambatan/tantangan organisasi. Kemudian dijadikan sebagai
masalah organisasi yang harus diselesaikan. Karena jika tidak, maka akan
memperburuk kondisi organiasai.
Agar masalah tersebut bisa diselesaikan secara riil,
terencana dan legal secara organisasi, maka masalah tersebut dijadikan landasan
dalam pembuatan program. Artinya, program organisasi adalah untuk menjawab
masalah-nasalah yang terjadi secara kongkrit tersebut.
Secara praktis, masalah-masalah yang telah
dideskripsikan dan telah dipilah-pilah serta dikelompokkan tersebut kalimatnya
dipositifkan. Yang semula dari kata “lemahnya” (negatif) dijadikan “memperkuat”
(positif). Kata “lemahnya” adalah masalah, dan kata “kuatnya” menjadi program.
Misalnya, masalah yang ada di atas: “Lemahnya sebagian besar kepengurusan ranting-ranting
karena tidak memiliki program yang jelas”, jika kita jadikan program akan
menjadi “Memperkuat kepengurusan ranting-ranting dengan memfasilitasi pembuatan
program yang jelas”.
Program yang telah dibuat ini selanjutnya, diuraikan
dengan menyusun kegiatan-kegiatan sehari-hari, untuk mewujudkan agar program
memperkuat organisai tersebut bisa dilaksanakan dan dicapai.
Memfasilitasi Ranting Melakukan Analisis. Semua kita
tahu bahwa, basis massa organisasi Nahdlatul Ulama adalah di Ranting, bahkan
saat ini dimekarkan lagi menjadi Anak Ranting. Jalan dan tidaknya, bermanfaat
dan tidaknya, tercapai dan tidaknya program dan tujuan organisasi Nahdlatul
Ulama tergantung dari apakah warga NU yang ada di Ranting-ranting dapat
dilayani dengan baik dan, dipenuhi hak-hak organisasinya, sesuai dengan tujuan
organisasi NU: “berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal
Jama’ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi
kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta” .
Agar warga (basis) NU yang ada di Ranting-ranting bisa
dilayani dengan baik, maka menjadi tugas bagi kepengurusan yang di atasnya,
baik PCNU maupun MWCNU, untuk memfasilitasi perencanaan bagi Pengurus Ranting
dalam melakukan analisis masalah secara kongkrit dan menjawabnya dengan
program-program yang kongkrit yang bisa dijalankan secara riil.
Dengan begini, Pengurus Ranting bisa memiliki program
yang kongkrit, yang bisa dijalankan secara bersama-sama untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kongkrit warga NU, baik yang bersifat keagamaan, sosial,
ekonomi maupun politik.
Analisis Setelah Program Dijalankan. Apabila program
sudah dijalankan, maka perlu analisis agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan
bisa terus berjalan dan tidak menemui kebuntuan-kebuntuan, baik yang berupa
keputusasaan karena merasa kegiatan tidak memberikan manfaat sama sekali, atau
keputusasaan karena kegiatan mendapatkan banyak hambatan luar biasa.
Untuk menghindari kebuntuan dalam melakukan kegiatan
dan untuk memberikan nilai bagi kegiatan-kegiatan yang dilakukan, sehingga
menjadi pengetahuan (ilmu), maka digunakan alat analisis yang diuraikan sebagai
berikut: Pertama, Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah untuk
memenuhi kebutuhan riil sehari-hari. Karena itu kegiatan ini adalah untuk menjawab
kongrit kelompok, terutama dalam bidang ekonomi. Kedua, Kegiatan-kegiatan
tersebut sebagai upaya untuk membuka dan meraih akses sumberdaya, baik
sumberdaya ekonomi, sosial-budaya atau politik keumatan. Tidak menutup
kemungkinan juga sumberdaya yang lain, Ketiga, Dengan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan akan memunculkan kesadaran bagi seluruh warga
NU bahwa persoalan ekonomi yang dihadapi bukanlah semata-mata takdir, tetapi
juga merupakan konstruksi manusia yang bisa diselesaikan oleh manusia, Keempat,
Setelah memunculkan kesadaran bisa terjadi dalam proses kegiatan, selanjutnya
adalah apakah solidaritas antar orang dalam kelompok meningkat, sehingga bisa
menambah kekompakan warga NU (organsiasi). Kelima, proses
tersebut diarahkan untuk melakukan perubahan tatanan yang lebih adil, sesuai
dengan tujuan organisasi Nahdlatul Ulama
Foll Up
Ada
beberapa target kami dalam langkah berikutnya sebagai foll up dari kegiatan
pembinaan kami, yaitu:
Pertama
adalah membangun sistem kaderisasi yg berjenjang. Memang sudah ada standar baku
kaderisasi internal di kepengurusan MWC dan Ranting NU, sebagaimana dalam AD
ART NU Bab V tentang Keanggotaan, Hak dan kewajiban pengurus. Namun realitasnya
masih jauh panggang dari api. Kaderisasi hendaknya dapat dilakukan dengan basis
yang lebih kultural dan menjadi praktik kolektif organisasi, bukan
disederhanakan menjadi sekedar event, kegiatan, selebrasi dan persiapan suksesi
kepemimpinan.
Kedua,
MWC dan Ranting NU kedepan harus memberikan lebih banyak lagi perhatian dalam dakwah
ala Ahlussunnah Waljamaah. Dakwah ini harus difokuskan pada dua hal. Yakni,
membentengi para kader dari gempuran paham Islam transnasional dan sejenisnya
yang telah berupaya menghancurkan sendi aqidah Aswaja, di satu sisi. Sekaligus,
di sisi berikutnya, melakukan rekonstruksi dakwah Aswaja kepada kalangan Islam
awam. Kec. Wonosari merupakan awal berdirinya NU di Kab. Bondowoso yang
diprakarsai oleh almarhum KH. Shonhaji Pengasuh PP. Darut Tholabah wonosari. Hal ini menjadi amanah kader dan pengurus MWC
dan Ranting NU dari masa kemasa yang tidak bisa dilepaskan. Disisi yang lain
telah berdirinya beberapa yayasan seperti yayasan An Nabawi dan SMP IT, yang
keduanya menjadi toipk pembahasan di MWC NU Wonosari.
Ketiga,
MWC dan Ranting NU kedepan perlu lebih memberi perhatian pada bidang
pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. MWC dan Ranting NU juga perlu
menjadi pioneer dalam gerakan penguatan ketahanan ekonomi keluarga melalui
literasi-literasi keuangan. Pun demikian dalam bidang kesehatan dan pendidikan,
program MWC dan Ranting NU masih perlu dimobilisasi kearah yang lebih progresif
lagi.
Keempat,
MWC dan Ranting NU perlu lebih mengintensifkan keterlibatan aktifnya dalam
upaya pendampingan dalam masalah-masalah yang identik dengan karakteristik
seperti kekerasan dan human trafficking.
Kelima,
MWC dan Ranting NU melalui banom fatayat dan muslimat NU kedepan perlu lebih
memberikan perhatian pada isu-isu sosial perempuan seperti buruh perempuan,
Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan pekerja rumahan (home workers). Misalnya,
tingkat perceraian yang tinggi di kampung-kampung, TKI dan anak-anak juga menjadi bagian sosial
yang dikorbankan. Mereka menjadi terlantar, patent-less dan rentan terhadap
kekerasan dan eksploitasi yang perlu mendapatkan perhatian dan pendampingan
dari NU.
B.
Kesimpulan
Setelah mengkaji secara
mendalam dari kegiatan pengabdian masyarakat, maka dapatlah disimpulkan sebagai
berikut:
1.
Ada beberapa program
yang telah kami lakukan dalam kegiatan pembinaan dan pengabdian di MWC dan
Ranting NU ini, yaitu antara lain sebagai berikut: kegiatan keagamaan berupa
peringatan Hari Besar Islam, kegiatan ekonomi berupa penyelenggaran BMT cabang
MWCNU Wonosari bekerja sama dengan BMT NU Pusat, peningkatan sumber daya
manusia seperti TOT dan penguatan ke aswaja an bagi Pengurus NU.
2.
Materi yang disampikan dalam pembinaan Pengurus MWC dan Ranting NU Kec. Wonosari adalah
penguatan basic keoganisasian serta khidmah pengabdian terhadap NU melalui
kegiatan pelatihan kader penggerak NU (PKPNU) yang telah dilaksaanakn 2 kali
dalam semester ini, materi kerohaniaan dengan kegiatan lailatul ijtima’ dan
lain sebagainya.
3.
Sebagai bentuk evaluasi yang kami diterapkan untuk peningkatan kualitas
dan kuantitas Pengurus MWC dan
Ranting NU Kec. Wonosari diantaranya adalah mengadakan
pertemuan rutinitas setengah bulanan dengan agneda identifikasi
persoalan-persoalan masyarakat dan dimusyawarahkan secara bersama-sama untuk
mencari solusi terbaiknya.
4.
Pengurus MWC dan Ranting NU Kec. Wonosari tergolong oragisasi yang
bersifat dinamis dan progresif yang senantiasa dalam kegiatan dan programnya
selalu menjunjung tinggi prinsip NU yaitu “ mempertahankan tradisi lama yang
masih baik, dan mengadopsi tradisi baru yang dianggap lebih baik”.
C.
Saran-saran
Dari penelusuran terhadap
data-data dan dokomen lainnya, kami bisa memberikan catatan kritis sebagai
berikut:
1.
Dianjurkan
adanya program pengkaderan, baik dari peningkatan kualitas keilmuan ataupun
kelangsungan dari kepengurusan MWC dan Ranting NU sebagai wahana pembahasan keagamaan.
2.
Lemahnya
kesadaran secara institusional dikalangan pengurus MWC dan Ranting NU, kurang
adanya kepedulian dan kesungguhan menpunyai program dokumentasi terhadap
kegiatan dan aktifitas yang dilakukan. Jika
program itu ada, itu tidak lebih dari sekedar pajangan kegiatan
rutinitas yang jarang dimintai pertanggung jawaban.
3.
Secara
institusional NU tidak mempunyai program yang sungguh-sungguh untuk
mengumpulkan literarur dan kitab-kitab yang dibutuhkan MWC dan Ranting NU dalam
kajian-kajian keislaman. Kegiatan pemenuhan kebutuhan hanya dilakukan oleh
perorangan, itupun karena dorongan hobbi, tanpa pemberian jasa yang memadai
dari NU secara institusional.
4.
Perlu
kesadaran organisatoris pentingnya pengarsipan bagi semua kegiatan yang
dilakukan sekaligus memelihara eksistensinya.

Komentar
Posting Komentar