PERMASALAHAN SEPUTAR PUASA : ANTARA BATAL DAN TIDAKNYA



Dimasyarakat sangatlah komplek dalam menanggapi persoalan-persoalan puasa. Hal ini kami ketahui dan merasakan selama beberapa hari menjalani ibadah puasa bersama masyarakat dan muncul beberapa pertanyaan yang seakan-akan sepele dan ringan untuk kita jelaskan. Akan tetapi hal ini menjadi berat karena bisa membatalkan atau mengurangi pahala ibadah puasa manakala kita melalalikan.
Pertama, Kentut di dalam  air dan Kencing di dalam air. Kentut dan kencing didalam air jika diyakini adanya air atau benda lain yang masuk kedalam lubang dubur atau lubang pelir maka menurut sebagian ulama' dapat membatalkan puasa. Tetapi menurut sebagian ulama' yang lain tidak membatalkan puasa, jika tidak melewati lubang penis (hasyafah) atau putting susu, karena lubang dubur dan pelir tidak memiliki potensi mencerna makanan. Yang dimaksud bagian dalam adalah anggota yang tidak wajib dibasuh ketika mandi. Referensi Hasyiyata al-Qalyubi wa 'Umairah, Nihayatu al-Zain dan Al-Minhaj al-Qawim.
Kedua, Berak di air. Berak  di dalam air atau di luar air tidak dapat membatalkan puasa kecuali diyakini ada air yang masuk kedalam dubur atau beraknya diputus sebelum tuntas keluar. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan lebih baik menghindari berak di dalam air karena ada potensi masuknya air ke dalam dubur. Referensi Mughni al-Muhtaj.
Ketiga, Membersihkan telinga. Membersihkan telinga dengan catton buds dan sejenisnya dapat membatalkan puasa jika sampai pada bagian dalam telinga (batin al-udzun). Referensi Raudlatu al-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftin, Nihayatu al-Zain.
Keempat. Keluar darah dari anggota tubuh. Keluar darah dari anggota tubuh tidak membatalkan puasa kecuali darah haidh, nifas (menurut kesepakatan ulama') dan berbekam atau bercanduk menurut sebagian ulama'. Sedangkan menurut sebagian ulama' lain keluar darah melalui canduk tidak membatalkan puasa. Referensi Nihayatu al-Zain.
Kelima, Mandi keramas. Mandi keramas atau menyelam tidak membatalkan puasa meskipun dapat menyegarkan tubuh. Namun jika dalam  setiap kali mandi biasa kemasukan air maka  tidak boleh menyelam. Jika meyelam lalu kemasukan air maka puasanya batal. Tetapi tetap dibolehkan mandi keramas dengan tidak menyelam. Referensi Nihayatu al-Zain, Mughni al-Muhtaj.
Keenam, Infus dan suntik. Infus dan suntik dibagi menjadi tiga macam, yaitu ; pengobatan (tadawiy), kekuatan daya tahan tubuh (taqwiyah) dan pengganti makanan (taghdiyyah). Dua yang pertama ulama sepakat tidak membatalkan puasa. Sedangkan infus atau suntik jenis ketiga (yang menjadi ganti makanan) ulama' berbeda pendapat. Sebagian ulama' mengatakan batal karena dapat mengeyangkan dan sebagian yang lain tidak membatalkan karena tidak melalui jauf yang terbuka. Referensi Mughni al-Muhtaj dan Fiqh al-Shiyam.
Ketujuh, Merokok. Pada akhirnya ulama' sepakat merokok dapat membatalkan puasa. Pendapat ulama' sebelumnya yang mengatakan bahwa merokok tidak membatalkan puasa tidak dapat dijadikan rujukan sebab mereka telah menarik kembali pendapatnya. Referensi Hasyiyatu ibn Abidin dan Hawasyi al-Syarwani.
Kedelapan,  Muntah. Muntah dapat membatalkan puasa jika memenuhi tiga syarat: 1. disengaja muntah 2. atas kehendak sendiri 3. mengetahui bahwa muntah secara sengaja dalam puasa adalah haram. Jika tidak memenuhi salah satu syarat diatas maka tidak membatalkan puasa. Referensi Al-Muhaddzab.
Kesembilan, Keluar mani. Keluar mani terbagi menjadi dua macam, Pertama dikehendaki atau diusahakan untuk keluar. Dan kedua tidak di usahakan atau tidak dikehendaki. Jika keluarnya mani diusahakan dan dikehendaki, seperti onani, maka membatalkan puasa secara mutlak. baik dilakukan sendiri atau istrinya atau orang lain, baik mengunkan  penghalang atau tidak, baik bersahwat atau tidak. Jika keluar mani tampa diupayakan dan tanpa dikehendaki seperti melaui sentuhan, melihat, menghayal dan bermimpi maka di perinci hukumnya sebagaimana berikut:
1.     Jika menyentuh benda atau orang yang secara naluri seks tidak disyahwati maka tidak membatalkan puasa, bersahwat atau tidak.
2.      Jika menyentuh benda atau orang yang secara naluri seks disyahwati maka ditafsil lagi.
3.     Bila mahramnya sendiri, maka membatalkan puasa jika diiringi dengan syahwat dan tanpa penghalang (hail). Berbeda jika tidak bersyahwat, atau menggunakan penghalang, maka tidak membatalkan puasa.
4.     Bila bukan maharamnya, maka membatalkan puasa jika tanpa penghalang (hail), baik bersyahwat ataupun tidak. Tapi jika menggunakan penghalang (hail), meskipun tipis dan bersyahwat tetap tidak membatalkan puasa.

Selanjutnya, jika keluar mani disebabkan melihat atau menghayal (seperti membaca buku, melihat gambar, VCD porno, dll) maka tidak membatalkan puasa, bila tidak terbiasa keluar mani (inzal). Tapi jika terbiasa keluar mani lantaran hal tersebut, maka membatalkan. Sama halnya, bila pada saat menghayal merasakan akan keluar mani lalu hayalannya diteruskan, maka membatalkan. Terakhir, keluar mani yang disebabkan mimpi, ulama' sepakat tidak membatalkan puasa. Referensi Nihayatu al-Zain. Wallahu a’lam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP PAI VI A TAHUN AKADEMIK 2018/2019

PUASA DAN KEPEDULIAN SOSIAL DI ERA PANDEMI COVID 19 (Edisi Ketiga, 03 Romadhon 1441 H)

RITUAL QURBAN: Dari Theosentris Menuju Antroposentris (Bagian Kedua)