PUASA DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Di hari ketiga
puasa tepatnya Rabu, 8 Mei 2019 kami disini di Masjid Ulul Albab UINSA
Surabaya. Tempat ini adalah salah satu inspirasi tulisan kami “ Puasa Dan
Kesejahteraan Social ”. Disaat setelah sholat subuh dilaksanakan seorang
imam memberikan tauziyahnya kepada jamaah terkait dengan relevansi Puasa dengan
kesejahteraan masyarakat. Beliau menyampaikan sejarah nabi “ Suatu ketika di
permulaan Ramadhan, baginda Nabi Muhammad SAW berpesan, "Wahai manusia!
Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan
maghfirah. Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan-NYA di bulan yang agung
ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat. Bersedekahlah
kepada kaum Fuqara dan Masakin. Muliakanlah orang tuamu,
sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraannmu, jaga lidahmu, tahan
pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari
apa yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya
dikasihi manusia anak-anak yatimmu. (HR Ibnu Huzaimah).
Hadits ini
menggambarkan bahwa kepedulian sosial merupakan salah satu intisari ibadah
Ramadhan yang harus dicapai setiap Muslim. Bahkan mungkin tidak berlebihan bila
kita katakan bahwasanya puasa Ramadhan yang menjadi kegiatan utama dalam bulan
suci tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah aktivitas yang menggugah
solidaritas sesama manusia. Dalam puasa seseorang dilatih untuk merasakan lapar
dan haus selama sehari lamanya, dan hal ini dilakukannya bukan hanya sehari
tapi sebulan lamanya dengan Imanan Wa Ihtisaban. hal yang serupa dan selalu
dirasakan kaum fakir dan miskin bukan hanya sebulan bahkan selama hidupnya. Di
sini sense of crisis seseorang terasah hingga muncul rasa empati
terhadap penderitaan orang-orang miskin disekitarnya. Dari empati lahirlah
kasih sayang sehingga yang memiliki kecukupan harta dapat mengerti mengapa
mereka harus memberi makan orang miskin.
“Sedekah” amat
dianjurkan pada bulan Ramadhan ini sebagai bentuk rasa empati kaum muslim sesama
muslimnya. Memberi makanan berbuka pada orang yang berpuasa pahalanya sama
nilainya dengan memerdekakan seorang budak dan berpuasa itu sendiri.
Dengan bersedekah dan memberi makan orang yang berbuka, setiap jiwa dilatih
untuk murah hati dan berperilaku dermawan.
Mengasihi anak
yatim pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan lain yang tidak kalah besarnya.
Ungkapan ''niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu'' menjadi jaminan
langsung dari Sang Nabi SAW bahwa kebaikan kelak berbalas kebaikan. Ibaratnya,
menyantuni anak yatim sama dengan membayar premi asuransi yang kelak akan
diwariskan (klaim asuransi tersebut) kepada anak cucu yang ditinggalkan.
Belum lagi
kewajiban zakat yang ''memaksa'' umat untuk benar-benar peduli dengan orang
susah. Selain zakat fitrah yang wajib dibayar pada akhir Ramadhan, bulan ini
juga menjadi waktu yang tepat sebagai perhitungan nisab zakat maal. Tidak ada
momentum yang paling signifikan dalam mengasah kepekaan dan kepedulian sosial
selain bulan yang penuh anugerah ini.
Pembangunan
kesejahteraan sosial untuk menyejahterakan masyarakat bukan semata tugas
negara. Agama sangat menyerukan umatnya untuk peduli terhadap sesama. Dalam
Islam, tidak diperkenankan seseorang makan hingga kenyang sementara ada
tetangganya kelaparan. Islam tidak membolehkan umatnya menimbun harta secara
berlebihan. Khalifah keempat, Ali RA, pernah mengatakan, ''Allah SWT berfirman
bahwa orang kaya harus menginfakkan hartanya dalam jumlah yang mencukupi
kebutuhan orang miskin. Jika kaum miskin tidak mendapatkan makanan atau
pakaian, ini karena orang kaya tidak melaksanakan kewajibannya, Allah akan
menyiksanya di hari pembalasan, Naudzubillah.
''Mewujudkan
kesejahteraan sosial melalui pembangunan kesejahteraan sosial menjadi tanggug
jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Bagi pemerintah tentunya perlindungan
terhadap orang-orang miskin dan telantar harus terus diupayakan sebagaimana
telah diamanatkan Undang-undang Dasar. Pemerintah juga harus mendorong umat
serta memfasilitasi mereka untuk senantiasa aktif dan peduli dalam membantu sesame
dengan cara kewajiban membayar pajaknya, dan islam mendekatkan social menjaga
hubungan antara si kaya dan miskin dengan cara meningkatkan kepekaan social melalui
puasa, zakat dan cara-cara lainnya.
Walhasil, dalam perjalanan menyelesaikan ibadah puasa ini dengan segala
rangkaiannya tidak hanya melulu memenuhi kewajiban kepada sang penciptanya “theosentris”,
akan tetapi dengan ibadah puasa ini bisa menjadi sarana untuk menggerakan dan
memotivasi diri melakukan kreatifitas social kemasyarakatan dan perbaikan
moralitas antar sesama “ antroposentris”. Kami yakin ketika dua hal ini
dilakukan secara konsisten dan kontiyu maka predikat khoiru ummah akan menjadi
milik anda. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Imron: 110 كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ artinya Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Barokallah…
Komentar
Posting Komentar