ESENSI IDUL FITRI; Antara Bertahan Dan Berkembang
Allah Maha Besar dari segala yang dianggap besar,
Allah Maha agung dari segala yang dianggap agung,
Allah maha kuasa dari segala yang dianggap berkuasa.
”Tellas Lontong” Tak terasa sudah seminggu kita mengagungkan asma
Allah dengan takbir yang membahana di seantero jagat, Tahmid dan Tasbihpun kita
gelorakan menyambut kemenangan seluruh kaum muslimin memerangi hawa nafsu
apalagi di era pandemi yang menguras kesabaran.
Kita baru saja meninggalkan bulan yang penuh barakah, rahmat dan magfirah
yakni bulan Ramadhan. Kita telah ditempa dengan intensif di bulan yang agung
itu. Otak kita dibersihkan, emosi kita dicerdaskan, spiritual kita dicerahkan,
dan religiusitas kita dimantapkan. Hal itu tidak lain untuk mengantarkan kita
sebagai Insan Muttaqin (manusia bertaqwa) dan beruntung dalam hidupnya. Sebagai
indikator keberuntungan kita adalah mampu melakukan yang lebih baik daripada
sebelumnya.
Idul fitri adalah merupakan bentuk justifikasi umat islam menikmati
kemenangan, akan tetapi kemenangan yang dimaksudkan dalam islam bukanlah
kemenangan yang ditandai dengan bergantinya pakaian “baju baru, sarung baru dan semuanya serba
baru”, namun lebih dari itu keberhasilan yang harus diperbahrui adalah kualitas
keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebagaimana pendapat penyair yang
mengatakan: ”Idul Fitri bukanlah orang yang bajunya berubah akan
tetapi idul fitri adalah bagi orang yang ketaatannya bertambah”.
Kemudian bagaimana
menentukan bertambahnya ketaatan kita kepada Allah pasca melaksanakan ibadah
puasa. Indikator Pertama, adalah Istiqomah. Nabi Muhammad SAW bersabda;
1584- عَنْ سُفيانَ بن
عبدِ اللهِ - رضي الله عنه - ، قالَ : قُلتُ : يا رَسولَ اللهِ ، قُلْ لي في
الإسلام قولاً لا أسألُ عَنْهُ أحداً غَيرَكَ ، قال : (( قُلْ : آمَنْتُ باللهِ ،
ثمَّ استقِمْ )) رواه مُسلم .
Artinya:
“Dari sofyan bin Abdullah RA berkata, ya Rasulullah katakan kepadaku tentang
islam dan hal ini tidak pernah aku tanyakan kepada orang lain selain engkau ya
Rasul. Nabi menjawab; “berimanlah kepada Allah SWT dan beristiqomahlah”.
(HR. Muslim)
Banyak hal yang sudah kita kerjakan
dibulan suci Romadhon baik berupa perkataan, perbuatan ataupun berupa tradisi atau
kebiasaan. Dibulan romadhon umat islam telah dipaksa untuk menghindari
perkataan-perkatan jelek seperti dilarang berbohong, memfitnah, mengadu domba,
mencaci maki atau bahkan sekedar iri hati, kesemuanya bisa diminimalisir dengan
kita berpuasa. Dari sisi perbuatan, melaksanakan sholat berjamaah, sholat
malam, membaca al-Qur’an, membantu sesama, memberikan takjil dan lain
sebagainya. Hal ini perlu kita lanjutkan pada bulan-bulan setelahnya sebagai
bentuk peningkatan keimanan dan
ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Kedua,
bermanfaat untuk sesama. Nabi bersabda:
861 - عَنْ عُمَرَ ،
أَنَّ رَجُلاً ، جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،
فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ ، وَأَيُّ
الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ ، وَأَحَبُّ
الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ ، أَوْ تَكْشِفُ
عَنْهُ كُرْبَةً ، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا ، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا
Artinya:
“Dari umar RA berkata, ada seseorang yang mendatangi Rasulullah SAW lalu
bertanya, siapa yang paling dicintai Allah? Dan perbuatan apa pula yang paling disenangi-Nya?
Lalu beliau menjawab: paling dicintainya manusia adalah mereka yang bermanfaat
kepada orang lain, dan perbuatan yang paling disenangi-Nya adalah memberikan
kebahagiaan kepada sesamanya, membantu kesulitannya, melunasi hutangnya dan
menghilangkan kelaparan tetangganya.
Hadits ini banyak memberikan
gambaran dan contoh kepada kita untuk bisa diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai makhluk sosial “Zoon Politicon” tentunya tidak akan
sempurna dalam hidupnya tanpa ada interaksi dengan orang lain. Yang kaya memberikan
shodaqoh kepada yang miskin, simiskin juga butuh sikaya, laki-laki butuh
perempuan, sebaliknya perempuan juga butuh pemimpin laki-laki. Karena dengan
saling membutuhkannya ini kehidupan manusia menjadi bahagia didunia dan juga
akheratnya.
Alkisah pada masa Nabi Musa tentang
suami istri yang termasuk keluarga fakir miskin. Suatu ketika ia menemui Nabi Musa
untuk memohonkan kepada Allah diberikan kelapangan rezekinya. Singkat kata Nabi
Musa mendoakannya lalu kemudian Allah berfirman kepada Beliau: katakan kepada
keluarganya akan diberi 7 tahun kehidupan yang serba berkelebihan dan melimpah
harta bendanya, kemudian 7 tahun berikutnya keluarga itu akan hidup dalam
kefakiran dan kesempitan. Tanyakan kepadanya, mana yang dipilih dahulu..? Nabi musa
menyampaikan firman Allah kepada keluarga tersebut. Si istri menyarankan kepada
suami untuk memilih kaya dulu dan setelahnya msikin. Beberapa waktu kemudian,
Allah mengabulkan doa keluarga itu menjadi kaya raya. Dengan banyaknya harta
yang ia miliki, ia membangun gedung dengan 4 pintu dari segala penjuru kemudian
mengundang masyarakat yang tidak mampu dan semua orang yang membutuhkannya agar
mereka datang untuk mengambil harta yang mereka inginkan.
Dan beberapa tahun kemudian lebih
dari tujuh tahun lamanya ternyata harta bendanya masih banyak dan bahkan
bertambah. Seketika itu ia melaporkan kepada Nabi Musa akan waktu yang
diijanjikan Allah SWT. Nabi Musapun bertanya kepada Allah. Allah kemudian
menjawab “Wahai Musa, bagaimana mungkin aku menutup pintu rezekinya sementara
dari 4 penjuru disana banyak ummatku mendoakannya agar senantiasa rezeki
keluarga tersebut ditambah dan dilanggengkannya. Akhirnya keluarga itu
selamanya menjadi orang kaya raya berkat shodaqoh yang diberikan dan doa orang
lain yang dipanjatkan.
Ketiga,
Mensyukuri nikmat Allah melalui syukur kepada sesama. Nabi bersabda:
-
7175- عن أَبِي سَعِيدٍ قالَ: قالَ
رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: "مَنْ لم يَشْكُرِ النّاسَ لَمْ يَشكُرِ
الله".
Artinya:
Dari Abi Said RA berkata; Rasulullah SAW bersabda; barang siapa yang tidak
mensyukuri nikmat yang diberikan manusia berarti ia tidak mensyukuri nikat
Allah. (HR. Abu Daud dan Nasa’i)
Bulan romadhon adalah bulan penuh
kebersamaan. Kebersamaan ini bisa kita lihat ketika bersama dalam ibadah atau
bersama dalam muamalah. Walaupun terkadang kebersamaan ini tidak hanya
berdampak positif namun juga berakibat negative. Akan tetapi positif dan negatif
atau baik dan jelek yang dilakukan orang lain kepada kita adalah merupakan Qudratullah
untuk menguji manusia. Ketika ada orang lain yang berbuat baik
kepada kita maka hal itu merupakan cara Allah untuk memberikan pendidikan
kepada kita, agar bisa meniru atau bahkan melebihinya dan sebaliknya apabila
orang lain berbuat jelek kepada kita maka sesungguhnya Allah sedang menguji
kesabaran seorang hamba untuk semata-mata bertujuan menaikkan derajat dan
martabatnya.
Ada sebuah cerita dizaman Nabi Nuh
AS. Ada seorang kakek tua renta yang ahli ibadah yang terus menerus bermunajat
kepada Allah SWT. Suatu ketika kapal Nabi Nuh sudah sempurna dan siap berlayar,
tiba-tiba sesuai janji Allah kepadanya datanglah banjir yang begitu hebatnya.
Nabi Nuh meminta beberapa kaumnya menyuruh naik ke kapal demi keselamatannya.
Mendengar berita itu, si kakek menaiki gunung dan enggan menerima ajakan nabi
nuh untuk naik ke atas perahu, si tua beranggapan bahwa hanyalah Allah yang
bisa membantunya “Hasbunallah“, sampai tiga kali Nabi Nuh dan suruhanya
meminta si ahli ibadah itu, namun ia tetap kokoh menolak naik kapal sang nabi,
sampai akhirnya ia diterjang banjir dan meninggal, sementara Nabi Nuh dan
ummatnya selamat dari kejadian banjir besar tersebut. Setelah dialam barzah si
tua protes kepada Allah, ya Robb kenapa engkau meninggalkan kami padahal kami
sdh ahli ibadah dan berdoa kepada engkau untuk diselamatkan dari banjir, lalu
Allah menjawabnya; tidakkah aku sudah mengirimkan 3 orang tetanggamu tapi
engkau terlalu sombong kepada manusia lainnya, dia tercengang dan sedikit tidak
percaya kalau 3 orang termasuk nabi Nuh adalah utusan dan bantuan dari Allah
untuk menolongnya dan akhirnya menyesal tidak mengikuti ajakan Nabi Nuh.
Cerita ini merupakan bukti bahwa apa
yang dikerjakan orang lain kepada kita patut disyukuri karena semua yang
dilakukanya adalah semata-mata datangnya dari Allah hanya melalui manusia.
Kesimpulannya, tugas kita belum
selesai. Selesainya pelaksanaan puasa bukan berarti selesai pula tugas kita
kepada Allah ataupun tugas kita kepada sesama, justru kita harus mampu
mempertahankan kebiasaan-kebiasaan bulan suci itu untuk tetap dilaksanakan
dihari setelahnya sebagai bentuk diterima dan tidaknya amal ibadah kita selama
bulan romadhon. Karena indicator ibadah yang diterima adalah manakala hubungan
manusia dengan sang pencipta atau dengan sesamanya lebih baik daripada
sebelumnya. “Hidup Kita Bukanlah Milik-Nya Tapi Hidup Kita Yang Digunakan
Untuk-Nya Adalah Hidup Kita Yang Sebenarnya”.

Komentar
Posting Komentar