PUASA; BULAN YANG PENUH PENDIDIKAN BERKARAKTER (SYAHRUL TARBIYAH)



 Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqoroh: 183)
Rutinitas pelaksanaan puasa ini telah cukup lama umat islam melakukannya, akan tetapi pada praktiknya puasa yang dilakukan ini kebanyakan hanyalah bersifat Teosentris, untuk memenuhi kewajiban umat islam terhadap perintah Allah SWT di bulan Romadhon. Padahal disisi yang lain hikmah diwajibkannya puasa bukan hanya untuk hubungan manusia dengan Allah tetapi yang lebih ditekankan adalah puasa bisa meningkatkan hubungan baik antara manusia yang satu dengan manusia (Antroposentris). Tak jarang, sudah berabad – abad lamanya umat islam melaksanakan perintah suci ini, namun realitanya kejahatan, kemaksiatan, kemungkaran dan kemunafikan dan bahkan kemiskinan tetap berjalan sesuai dengan rodanya tanpa ada perubahan untuk menuju kebaikan. Sehingga walaupun ia melaksanakan puasa, tapi kualitasnya disisi Allah tetap ia sebagai orang yang berdosa karena kewajibannya sebagai makhluk sosial tidak pernah ia kerjakan.
Berawal dari sebuah riwayat Ibnu Mas’ud RA yang menyatakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
وروي عن ابن مسعود وقد روي مرفوعا إلى النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال " مَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ . وما رآه المؤمنون سيئا فهو عند الله سيء
Artinya; Sesuatu Yang Dipandang Baik Oleh Manusia, Maka Allah Akan Menilai Baik Pula, Dan Sebaliknya Ketika Jelek Dimata Manusia, Maka Allah Akan Mencatat Jelek Pula Terhadap Perbuatan Manusia Itu”.
Barometer kebaikan dan kejelekan Ibadah puasa tergantung amal baik dan jeleknya yang dilakukan kepada sesamanya. Allah SWT akan mencatat perbuatan seseorang akan bernilai dan berkualitas baik ketika dalam interaksinya dengan orang lain dinilai baik dan sebaliknya sungguhpun tidak akan diterima puasa seseorang manakala hubungan kemanusiannya dinilai jelek oleh orang lain. Puasa adalah merupakan sarana atau media hubungan manusia dengan manusia lainnya dengan semata-mata untuk diterima oleh Allah SWT.
Proses mencapai kebaikan itu perlu meniru prosesnya seekor ulat bulu. Bagi kebanyakan orang, ulat bulu memang menjijikkan bahkan menakutkan dan tidak jarang ia menyakiti manusia dengan bulu dan bisanya. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup seekor ulat ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia akan mengalami fase dimana ia harus masuk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia pun akan keluar dalam wujud lain: ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupu-kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan mungkin mencari dan kemudian mengoleksinya, bagi orang-orang tertentu ia sebagai hobi (hiasan) ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.
Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia, maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yang jauh lebih indah dan bahkan bisa memberikan manfaat terhadap masyarakat dilingkungannya, baik secara perkataan, perbuatan dan doa, maka kebaikan yang ia tanamkan kepada manusia lainnya akan menjadi nilai yang sempurna di hadapan Allah SWT. Untuk mencapai kesempurnaan nilai itu semua, situasi dan kondisi yang paling tepat untuk terlahir kembali adalah ketika melaksanakan ibadah puasa. Bagaimana tidak? Ketika manusia melaksanakan puasa dibulan Ramadhan ini, lalu segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan "metamorfosa" dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona dengan derajat paling tinggi disisi Allah dibandingkan dengan makhluk lainnya, namun kebalikannya ketika sarana ini tidak tercapai dengan baik maka ia akan hina dan bahkan lebih hina dari hewan.
 لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Sebuah gambaran pendidikan puasa yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata, antara lain:
Pertama, Pendidikan kedisiplinan. Keterbiasaan tidak makan dan tidak minum dari menjelang terbitnya matahari sampai terbenam matahari, akan menjadikan shoim (orang yang berpuasa) merasakan lapar dan dahaga. Hal ini akan menjadikan manusia mengetahui dan merasakan bagaimana nasibnya orang fakir miskin yang telah terbiasa dengan hidup penuh kelaparan dan kekurangan. Dengan sarana puasa ini, akan mencetak insan yang dermawan, tepo seliro dan perhatian kepada masyarakat fakir miskin di sekelilingnya, karena tanpa merasakan tidak makan dan tidak minum, manusia enggan mengetahui nasibnya orang fakir miskin yang sulit mendapatkan kebutuhan setiap harinya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: "Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum Fuqara dan Masakin......... (HR Ibnu Huzaimah). Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa seseorang dilatih untuk merasakan lapar dan haus, hal yang selalu dirasakan kaum fakir dan miskin. Di sini Sense Of Crisis seseorang terasah hingga muncul rasa empati terhadap penderitaan orang-orang fakir miskin. Dari empati inilah lahirlah kasih sayang sehingga yang memiliki kecukupan harta untuk menjadi dermawan dan dapat mengerti mengapa mereka harus memberi shodaqoh kepada orang fakir miskin disekelilingnya.
Kedua, Pendidikan Syahrul Jihad (Bulan yang penuh dengan peperangan). kita berjihad melawan hawa nafsu sendiri bukan dengan otot atau tidak pula berperang melawan orang lain, melainkan melawan diri sendiri. Inti dari ibadah puasa ramadhan sebenarnya adalah melatih diri kita agar dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman,
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Artinya; "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya." (QS. An Nazii'at [79] : 40 - 41).
Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yang ikut membina hawa nafsu kita ke arah yang tidak disukai Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah syetan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas syetan. apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama tak terlihat. Akan tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa melatih diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan dibawah perut saja akan tetapi juga semua anggota badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah. Seperti menjaga lisan dari perkataan tidak baik, berkata bohong, mencaci maki sesama, berdusta dan lain sebagainya bisa kita hindari di bulan puasa. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka hawa nafsu akan tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal tujuan puasa yang menjadi barometer keselamatan manusia.
Ketiga, Pendidikan Social. Ada kesempatan dan peluang besar di bulan Romadhon terjadinya interaksi sosial manusia yang satu dengan lainnya. Yaitu ketika pelaksanaan sholat berjamaah tarawih atau ketika tadarrus bersama-sama. Diakui atau tidak, di bulan romadhon setiap mushola, masjid atau bahkan tempat-tempat lainnya banyak dijadikan sebagai lokasi berjamaah sholat tarawih, yang pada waktu sebelumnya tidak pernah atau jarang digunakan untuk kegiatan sholat berjamaah dan tadarrus Al-Qur’an. Begitupun kaum muslimin, yang pada biasanya jarang melaksanakan sholat berjamaah, namun ketika pelaksanaan tarawih, mereka istiqomah dalam sebulan lamanya untuk melaksanakannya. Ini artinya, di bulan puasa sangat potensi untuk terjalinnya persatuan dan kebersamaan terjadi diantara sesama. Disisi yang lain, ada peluang besar saling memaafkan, saling bertutur sapa, memberi dan menerima, persamaan harkat dan martabat diantara sesama.
Keempat, Pendidikan Moral. Hal lain yang paling utama harus kita jaga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah menjaga etika pergaulan atau akhlak baik kepada Allah dan lebih-lebih kepada sesama. Sebagaimana yang di riwayatkan oleh Abi Darda’ RA, Nabi bersabda: ada     tiga akhlaq kaum muslimin dibulan puasa, yaitu menyegerakan berbuka puasa, mengakhirkan makan sahur dan memperbanyak sadekah”.
Sebagai kongklusi dalam tulisan ini, bahwa ibadah puasa yang kita lakukan sebenarnya penuh dengan pendidikan, Pendidikan kedisiplinan, Pendidikan melawan hawa nafsu, Pendidikan Social dan Pendidikan Moral atau bahkan pendidikan lainnya yang kesemuanya berpotensi untuk merubah kualitas kita disisi Allah dan disisi manusia. Hanya saja pertanyaanya adalah mampukah kita mengajak diri kita sendiri melakukan Hijroh Batiniyah dari perbuatan yang biasa biasa menuju perbuatan yang istimewa dan luar biasa. Karena bagaimanapun bukan mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang dijalani hidup kita, oleh karena itu jangan sampai disia-siakan, dibulan yang istimewa, dengan perbuatan-perbuatan yang istimewa demi tercapainya tujuan istimewa pula. Semoga Allah mengabulkannya.... amiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP PAI VI A TAHUN AKADEMIK 2018/2019

PUASA DAN KEPEDULIAN SOSIAL DI ERA PANDEMI COVID 19 (Edisi Ketiga, 03 Romadhon 1441 H)

RITUAL QURBAN: Dari Theosentris Menuju Antroposentris (Bagian Kedua)